About


Prime Time untuk Keluarga


(Dari Wawancara Versi Lengkap Abah Ihsan dengan Koran Jawa Pos 7 Agustus 2016)

Apa trigger utama saat membentuk program ini?

Fenomena perubahan lingkungan pergaulan untuk tumbuh kembang anak yang makin beragam. Jaman dulu, sebelum ada internet, orangtua tidak memiliki banyak kompetitor. Televisi pun masih jarang. Maka pengaruh orangtua dan guru masih dominan.

Jaman sekarang, kehadiran perangkat yang berbasis screen (tv, gadget, laptop), menjadikan orangtua memiliki banyak pesaing. Ketika benda-benda “kotak” itu tidak digunakan dengan bijak oleh orangtua dan anak, maka pelan-pelan kehadirannya semakin mengurangi pengaruh keluarga terhadap anak. Peran keluarga seolah “dibajak” oleh benda-benda kotak itu.

Saya tidak mengatakan bahwa kita harus menjauhi teknologi, memusuhi teknologi, tidak. Itu bukan tujuannya. Tapi menggunakan perangkat-perangkat itu dengan proporsional. Karena saya pun menggunakan benda-benda itu untuk kepentingan pekerjaan, mendapatkan dan menyebarkan informasi baik dan lain-lain.

Waktu berkualitas adalah salah satu modal untuk menjalin hubungan berkualitas dengan anak. Waktu berkualitas dengan kebersamaan ini memang bukan satu-satunya unsur, tapi, tidak ada satu pun metode pendidikan orangtua kepada anak yang tidak membutuhkan itu. 1821, mematikan handphone, televisi, internet, laptop saat pukul 18.00-21.00 dan benar-benar fokus dengan keluarga adalah salah satu upaya agar orangtua tetap dapat memberikan pengaruh kuat untuk kehidupan anak-anak.

Selain unsur waktu berkualitas itu, masih banyak unsur lain yang harus dipelajari, dimiliki orangtua: memberikan kebebasan pada anak dengan bertanggunjawab, manajemen ketegasan, memupuk harga diri anak, menjalin komunikasi berkualitas dan lain-lain. 1821 sendiri sebenarnya, muncul sebagai salah satu “modul” yang dipelajari di kelas-kelas belajar pengasuhan yang saya jalani.

Jaman dulu, sebagian besar orangtua kita sebetulnya sudah menyediakan waktu kita, sudah melaksanakan “1821” meski gak disebut1821. Ingat, jaman dulu sebelum ada listrik? Waktu masih menggunakan lampu minyak? Dan ketika listrik pun sudah masuk ke berbagai desa, hanya sedikit orang yang memiliki benda kotak bernama televisi. Jadi mau tak mau pasti semua anggota keluarga dari magrib kumpul sampai tidur. Jadi ini sebenarnya ini hanya “menggalakkan” hal positif yang sudah dilakukan orangtua jaman dulu.

Lah sekarang? Sudah kompetitor orangtua banyak sekali, waktu orangtua untuk berinteraksi dengan anak dengan fokus berkurang, lalu bagaimana lagi nasib anak-anak kita ini?

Boleh diceritakan mengenai perjalanan karir Abaihsan serta awal mendirikan Auladi Parenting School?

Sejak sebelum menikah, bahkan ketika kuliah, saya sudah banyak berinteraksi dengan dunia pengasuhan. Menjadi babysitter pernah, menjadi kepala sekolah TK pernah, menerbitkan majalah parenting “Auladi” tentang pengasuhan. Maka mau tak mau pikiran saya seolah “dipersiapkan” untuk menggeluti dunia pengasuhan. Dari majalah itu saya sering diundang orang-orang untuk mengisi sesi pengasuhan “sebagai redaktur” majalah parenting.

Nah, dari situ saya berpikir “belajar pengasuhan yang orang umum lebih mengenal dengan istilah parenting, kok sepotong-sepotong dengan tema-tema sporadis”. Lalu saya terpikir, seharusnya bukan begitu. Bukan mulai dari menumbuhkan minat bakat, menstimulasi kecerdasan anak, mengatasi anak kecanduan game, pornografi, dll, bukan dari situ, tapi mulai dari membangun hubungan berkualitas dengan anak lebih dulu.

Tidak berarti tema-tema itu tidak penting, tapi menurut saya, jika hubungan orangtua dengan anak berkualitas, maka kemungkinan besar kemampuan orangtua menyelesaikan tantangan-tantangan mendidik anak, menjadi lebih baik. Nah, lalu saya membuat semacam kursus orangtua yang komprehensif tentang bagaimana orangtua membangun hubungan berkualitas dengan anak. Disitulah saya mendirikan Auladi Parenting School sekira tahun 2005.

Anda cukup sibuk sebagai pembicara parenting di berbagai kota dan negara. Bagaimana agar tetap optimal mengurus keluarga di tengah kesibukan mengisi program parenting di berbagai kota?

Saya lebih sering mengisi di dalam negeri. Urus bangsa sendiri juga masih banyak PR. Dengan izin Allah 29 provinsi kira-kira 150 kota di Indonesia yang sudah dikunjungi. Hanya beberapa negara saja di luar yang pernah saya diundang: Malaysia, Jepang, Arab Saudi, Jerman, Swiss.

Sebenarnya jadwal saya untuk mengisi training pengasuhan 90% lebih hanya hari sabtu-minggu. Selebihnya tidak bisa dihindari, di hari kerja saya juga ngisi, terutama jika tengah safari di luar negeri atau ketika mengisi di pedalaman Indonesia yang agak jauh dari Bandara. Misalnya saya pernah mengisi ke pedalaman dataran tinggi Gayo di Aceh, pedalaman Jambi atau pun Sumatera Selatan.

Jadi biasanya Senin – Jum’at saya sudah dan masih di rumah, bahkan jika pun kerja sebagian besar di rumah. Anda boleh cek jadwal saya di website pastinya lebih banyak dari Sabtu-Ahad.

Sederhana saja, tidak mungkin saya ngomongin terus pendidikan anak terus menerus sementara saya sendiri tidak ngurus anak. Membicarakan apa yang kita lakukan tentu saja “greget” nya akan berbeda jika membicarakan hanya apa yang kita pikirkan”.

Saat saya di rumah, saya yang banyak berperan, istri ikutan mendampingi sebagai “peserta”. Jika saya tidak di rumah, istri saya melakukannya sendirian.
Boleh dishare beberapa varian kegiatan Bermain-Belajar-Bicara (Ngobrol) dilakukan di antara pukul 18-21 ala keluarga Abah Ihsan, sebagai inspirasi bagi keluarga lainnya?

Tidak ada kegiatan yang harus baku, untuk setiap keluarga bisa berbeda. Yang penting ada interaksi yang FOKUS antara orangtua dengan anak. Sebetulnya konsep kegiatan 3B atau Bermain, Belajar, Bicara (ngobrol) itu sendiri sangat sederhana dan sangat jelas.

Sebagai contoh, tidak ada orang yang sebetulnya kesulitan bermain kan? Kebingungan sebagian orangtua mempraktikkan 1821 sebetulnya lebih karena “Tidak terbiasa” mengisi kegiatan dengan fokus pada anak, yang sebelumnya disambi-sambi.

Di rumah saya sendiri, 3B sayaterjemahkan dengan 4 kegiatan. Tiga kegiatan wajib, 1 kegiatan pilihan (anak). Diusahakan sedapat mungkin kegiatan semacam makan malam, mandi dan rutinits semacam ini, dilakukan sebelum magrhib. Jadi sejak sholat maghrib sudah menjadi bagian dari 1821.

Sesi pertama “kegiatan wajib” adalah Qur’an Time: murojaah hafalan, memeriksa bacaan quran anak, menceritakan isinya. Sesi kedua juga “kegiatan wajib” yaitu Story Time: membacakan cerita, membacakan buku, bercerita hasil karangan saya sendiri, cerita apa saja, boleh dongeng, kisah, tentang orang-orang terdahulu. Sebenarnya berceritanya hanya 10 menitan. Tapi diskusinya itu yang bisa berjam-jam, jika tidak dihentikan. Abahnya anak-anak juga kan manusia, bisa ngantuk. Hehe.

Sesi ketiga, adalah sesi pilihan. Jika masih memiliki waktu setiap hari bisa berbeda. Misalnya Senin dan Jum’at adalah waktunya anak BERMAIN dengan ayah ibunya. Selasa dan Kamis, waktunya review pelajaran sekolah dan seterusnya.

Sesi keempat, sesi wajib, saya sebut sesi finishing, NGOBROL tentang kegiatan anak dan orangtua hari ini dan melatih “mengerjakan pekerjaan rumah tangga” ringan.

Manfaat yang dirasakan Abah Ihsan baik dalam relasi dengan istri serta relasi dengan anak-anak?

Saya tidak tahu dengan orang lain, dari sekian banyak manfaat, saya kok merasa makin dekat, makin besar kenikmatan yang saya dapatkan berkeluarga.

Nama 6 orang anak Abaihsan berawalan S? Apakah ada alasan khusus?

Barangkali sekadar nama abjad tengah saja. Biar anak saya tidak yang pertama dan terakhir di panggil jika diabsen oleh sekolah. Hehehe.

Gak ada alasan khusus dari S semua. Agar seragam saja. Ternyata kesininya malah kadang menyulitkan, sebab sebutannya mirip-mirip jadinya. Saat memanggil mereka, sering salah nama. Maksud hati manggil Syarifah, eh yang keluar dari mulut Salma.


Biodata singkat

Nama Lengkap: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Nama Istri: Leila Maysarah

Nama Anak:

1. Salma Alya Ihsan, 21 tahun

2. Syahid Mudzaky Ihsan, 19 tahun

3. Syarifah Nurul Ihsan, 17 tahun

4. Saveero Attarayan Ihsan, 13 tahun

5. Sabaz Zelig Ihsan, 9 tahun

6. Shakura Aiza Ihsan, 7 tahun

Nama orang tua: Bukhari Jawahir dan Khuzaimah Kamil

Direktur Auladi Parenting School, Bandung

Pendiri Komunitas 1821 ”Yuk-Jadi Orangtua Shalih”

Penulis 5 Buku tentang Parenting