"Anak saya itu pemalu banget, pendiam, jarang banyak bicara. Jadi, anaknya itu introvert deh. Makanya kalau diajak ngomong susah."
Saya sering mendapati kesalahpahaman ini. Label introvert pada anak menjadi pembenaran "pembiaran" minimnya komunikasi orangtua dengan anak. Apakah benar anak introvert itu sama dengan pendiam dan tak mau bicara?
Untuk mengetahuinya kita mulai dari mempelajari ulang apa sih yang dimaksud introvert? Pelaku atau pencetusnya adalah psikolog Carl Jung pada tahun 1920-an. Dia menulis bahwa introvert dan ekstrovert dapat dipisahkan berdasarkan bagaimana mereka mendapatkan kembali energi. (Istilah "ekstrovert" sekarang lebih umum digunakan daripada "ekstravert."). Introvert, menurut definisi dasarnya, lebih menyukai lingkungan yang sedikit merangsang, dan mereka membutuhkan waktu sendiri untuk mengisi ulang. Ekstrovert mengisi bahan bakar dengan bersama orang lain.
Namun, kita tahu sekarang bahwa ciri-ciri kepribadian ini sebenarnya tidak mutlak sama sekali. Introvert sesungguhnya dapat memiliki elemen ekstroversi dalam kepribadian mereka; atau ekstrovert mungkin menyukai sedikit lebih banyak kesendirian dari waktu ke waktu dan lebih suka bekerja sendiri ketika mereka benar-benar perlu fokus.
Anak introvert dapat juga menjadi pandai bicara dan bergaul. Ia juga dapat menjadi seorang pembicara hebat. Yang membedakan hanya pendekatan awalnya saja. Jika anak ekstrovert tidak terlalu sulit untuk diminta menunjukkan aksinya di atas panggung pertunjukkan sekolah, sementara anak introvert dia dapat melakukannya juga kok, hanya saja dia perlu latihan lebih banyak, dia perlu memastikan bahwa dia mampu menguasainya. Dia anak yang hati-hati mengambil keputusan.
Anak-anak introvert memang agak lebih pemalu, terutama saat bertemu orang asing yang baru mereka kenal. Tapi itu tak berarti mereka tidak dapat berkomunikasi atau bergaul. Saat mereka sudah merasa "safe" dan nyaman, mereka adalah pribadi yang menyenangkan untuk diajak bercengkrama. Jadi hentikkan mengatakan anak introvert sebagai orang yang memilih jadi pendiam dan penyendiri. Kesendirian ia, jika melakukannya sebetulnya hanya cara dia untuk mencari energi dan karena itu dilakukan sesekali.
Lagi pula, menjadi pemalu itu bukan aib. Menjadi pemalu itu bukan penyakit. Andaikan ada kekurangan dari seorang pemalu, bahayanya sebetulnya lebih minimal daripada seseorang tidak punya malu yang akhirnya berperilaku malu-maluin. Bukankah yang banyak hilang dari anak-anak remaja sekarang ada rasa malu?
Anak saya nomor 2, namaya Syahid (16 tahun), mungkin salah satu contoh pribadi introvert di keluarga. Diantara 6 orang anak saya, ia yang ngomong paling sedikit dan paling irit. Jika bertemu dengan orang asing cenderung mengamati. Berbagai karakteristik introvert yang diungkapkan para ahli, intinya ada pada dia.
Tapi apakah anak saya tak bisa melakukan presentasi? Tentu saja bisa. Seperti di video di salah satu presentasi sekolahnya, ia bicara runut soal energi terbarukan. Bahkan ia bicara nyaris tanpa jeda yang artinya apa yang ia pikirkan mampu ia keluarkan.
Anak introvert memang bicara lebih sedikit dibandingkan anak extravert (sekarang lebih populer dikenal dengan istilah ekstrovert) tapi bukan berarti ia jarang bicara atau tidak bisa bicara. Apalagi dengan anggota keluarganya. Jadi jika ada anak tak mau bicara pada orangtua atau enggan bercengkrama dengan orangtua, sangat tidak tepat kalau kemudian dalil introvert dijadikan alasan.
Jika ada anak enggan bicara pada orangtua sesungguhnya terjadi lebih sering karena ada barrier, ada hambatan komunikasi antara orangtua dan anak. Barrier itu dapat berupa pihak eksternal seperti keasyikan dengan perangkat gadget sehingga abai dengan lingkungan sekitarnya atau dapat berupa juga tekanan komunikasi yang anak terima saat berinteraksi dengan orangtuanya.