Mengapa Cita-Cita Anak Gampang Berubah?

Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

15-Oct-2022


Pernah mendengar? Waktu anak-anak kecil terutama balita, berkata: “aku ingin jadi pemadam kebakaran!”. Lalu besoknya setelah naik kuda delman, mereka berkata “aku ingin jadi kusir delman!”. Pekan berikutnya berubah lagi “Aku ingin jadi tentara!” atau “Aku ingin jadi youtuber!”

Tidak usah protes ya jika anak hari ini ingin bercita-cita jadi pemadam kebakaran lalu di waktu berikutnya mereka berubah. Atau jangan protes pula ketika anak-anak malah memilih cita-cita yang mungkin sebagian orang itu kurang tinggi.

Contohnya, anak saya nomor empat, waktu dia berusia 3 tahun, dia pertama kali merasakan naik taksi, dia berucap “Abah, nanti safir pengen jadi supir taksi kalau sudah besar!”

Mengapa tidak usah protes? Karena pada dasarnya usia di bawah 7 tahapan berfikirnya menurut Jean Piaget masih prakonkrit operasional. Kalau saya lebih suka menyebutkan justru dengan sebutan cara berfikir konkrit. Yang konkrit bagi anak adalah apa yang pernah dia pegang, ia sentuh, ia lihat, atau ia alami.

Karena itu, ketika dia melihat polisi di jalan mungkin ia ingin jadi polisi. Ketika dia membaca buku soal pemadam kebakaran, ia ingin jadi pemadam kebakaran. Ketika ia naik pesawat, maka mungkin ia ingin jadi pilot. Atau seperti cerita anak saya, ketika pertama kali naik taksi, ia ingin jadi supir taksi. Ketika ia melihat dokter yang dihormati, mungkin ia ingin jadi dokter.

Karena pengalaman anak terus bertambah, maka persepsi anak tentang cita-cita pun dapat berubah. Kita tahu, persepsi itu adalah cara pandang seseorang yang dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, dan keinginan mereka. Jika seorang anak pernah disuntik oleh dokter dan kebetulan dokter yang ia temui tidak ramah padanya, maka boleh jadi persepsi dia tentang dokter juga akan berubah.

Pada dasarnya cita-cita itu adalah netral. Sepanjang cita-cita yang berkaitan dengan profesi atau pekerjaan ini legal secara hukum dan tidak melanggar hukum Allah. Ia menginginkan cita-cita A pada awalnya mungkin karena merasa “keren” atau “kagum” dengan pekerjaan yang berkaitan dengan A tersebut karena ia mendapat stimulasi dari cerita orangtuanya, buku, atau bahkan melihat sendiri karena berinteraksi dengan orang yang berprofesi A. 

Tapi perspesi dia tentang pekerjaan A, boleh jadi juga berubah jika ia mendapatkan stimulasi yang lebih kuat tentang pekerjaan A dan kebetulan stimulasinya cenderung negatif seperti kejadian anak yang disuntik dokter tadi. Ini mirip sebagian kita yang tidak menyukai pelajaran tertentu karena kita pernah memiliki pengalaman negatif dengan yang mengajarkan pelajaran tersebut.

Cita-cita anak akan terus berubah-ubah seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman mereka. Ketika berubah-ubah ya jangan sekali-kali protes loh ya. “Kamu kok tidak konsisten sih!” Seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, dan terutama pemahaman tentang konsep dirinya, makin dewasa tentu saja nanti akan mengerucut.

Jadi jika ingin anak memiliki pemahaman yang luas tentang cita-cita, ajak mereka berinteraksi dengan orang-orang yang memiiki beragam profesi. Orangtua bahkan boleh berusaha untuk “mensetting” anak agar tertarik dengan cita-cita tertentu dengan cara mengajak mereka mendapatkan sebanyak-banyaknya pengalaman dan berinteraksi dengan profesi tersebut. Tentu bukan dengan memaksanya, tapi membuat mereka tertarik bahwa pekerjaan tertentu memberikan banyak dampak baik untuk banyak orang.  



0 Komentar



Komentar :

Wiji Ayu Prihatin
Posted : 24-11-2022
MasyaAllah namanya belajar tidak akan pernah berhenti