Smartphone : Agar Tidak Harus Menunggu Celaka

Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

10-Nov-2022


Ini baru bocah SD yang organ seksualnya belum matang. Gimana kalau dia sudah matang organ seksualnya? Sementara mentalnya (kedewasaan, tanggung jawab) masih mentah sementah-mentahnya?

Dikutip dari akun ig @localconnect, ceritanya seorang anak SD laki-laki mengajak seorang anak perempuan SD pacaran tapi dengan surat dan dengan pesan yang mengerikan. Diantara kalimatnya “I love you, aku mau menyampaikan bahwa aku ini pengen kamu jilatin kon*** dan aku jilatin me***** aku.” Atau kalimat lain “Kamu begitu manis dan cantik, rasanya sperma di kon*** pengen keluar.” Dan setersunya. sumber: https://www.instagram.com/p/CkcjFkEvf57/?igshid=YmMyMTA2M2Y%3D

Jika ini benar, maaf, ini hanya kejadian yang terekspos. Yang tidak terekspos lebih banyak. Lagi dan lagi akan lebih banyak muncul yang lebih mengerikan, lebih heboh. Anda boleh tidak percaya dengan saya. Tapi buktikan saja 20 tahun lagi anak-anak yang kecil sekarang terpapar "hutan belantara internet" tanpa pendampingan tanpa SOP yang benar akan menjadi "hewan buas”.

Ini saya bukan nakut-nakutin, bukan pula sok-sokan jadi futuris memprediksi masa depan. Secara alami anak-anak manusia, akan jadi anak-anak hewan jika memang mereka hanya dibesarkan secara hewan: dikasih makan, dikasih minum, suruh tidur, tapi tidak ada pendampingan, tidak ada obrolan, bercengkrama, membacakan buku, cerita, bermain bersama, menginstall nilai-nilai, memberikan batasan-batasan baik dan buruk, dan seterusnya. 

Sedihnya, banyak sekolah sok-sokan mempraktikkan pembelajaran "digital" tanpa paham literasinya. Pembelajaran digital dimaknai sebagai anak bawa HP ke sekolah. Laporan tugas pake HP, cari tugas pake HP. Padahal, jika kita merujuk pada para ahli teknologi informasi sebagian mereka berkata “this technology product is not made by educators or child psychologists who try to protect the children. This technology product is made by industries just to make money (silahkan lihat film dokumenter ‘Social Dilemma’ untuk menambah khasanah).

Pun masih banyak orang dengan naif mempercayai bahwa produk ini seperti pisau dapat digunakan untuk yang baik atau yang buruk bergantung penggunanya. Padahal, sama sekali tak dapat disamakan dengan pisau. Anda pernah bawa pisau atau pegang pisau kan? Siapa diantara Anda yang setelah pengang pisau jadi ingin bawa pisau kemana-mana? Ke kamar mandi, ke kasur, ke pasar, ke sekolah, ke tempat kerja? Tidak kan? Bahkan ketika kerjaan Anda seorang chef atau seorang penjual daging sekalipun, Anda tidak membawa pisau itu kemana-mana. Di simpan saja di tempatnya bukan? Tidak ada pula orang yang memegang pisau jadi pendiam, asyik sendiri. Bandingkan saat seseorang memegang pisau dan memegang smartphone. Jauh kan bedanya?

Anak-anak yang belum dewasa, belum tertempa tanggung jawab, normalnya akan berorientasi pada kesenangan, kesenangan, dan kesenangan. Jadi ketika mereka main internet, smartphone tanpa prinsip 3D yang saya kemukakan berkali-kali, tunggu saja kecelakaannya. 

Prinsip dan praktik 3D jika benar-benar dilaksanakan dapat menyelamatkan anak-anak kita untuk tidak jadi hewan buas di masa depan. 3D: dibutuhkan, didampingi dan dipinjamkan (tidak boleh punya HP sendiri sampai dianggap dewasa) tidak lah berarti menjauhkan anak kita dari produk-produk ini sama sekali. Dengan 3D anak kita masih boleh menggunakannya tapi tidak seenaknya. Dengan 3D anak kita masih dapat belajar banyak dan mengakses hal-hal positif dari internet, tapi ini hanya akan terjadi jika ada pendampingan dari orangtuanya. Biar memahami 3D silahkan simak video saya di link ini https://www.youtube.com/watch?v=HhUNMIqWLfs

Untuk sekolah jika ingin benar-benar mengajak anak memanfaatkan teknologi untuk memaksimalkan manfaat pembelajaran, solusinya adalah pertama, berikan pemahaman dulu tentang literasi digital. Anak-anak diajak memahami bagaimana pentingnya mengelola informasi, membatasi informasi, memverifikasi informasi. Dunia internet itu apa? Apa manfaat dan negatifnya jika kemudian tidak dikelola dengan bijak. Kedua, jika mau serius, berikan anak fasilitas menggunakan komputer bukan menggunakan smartphone. Meski sama-sama keliling dunia, tapi dampaknya jauh berbeda. Tidak pernah kita lihat orang update status pake laptop sambil jalan kaki kan? Selfie pake laptop? Terus-terusan buka laptop sepanjang jalan, di mobil, di kantin, di kereta, di angkot, jalan kaki dan lain-lain. Jika iya pun, tidak akan sesering jika menggunakan smartphone. 



0 Komentar



Komentar :

Wiji Ayu Prihatin
Posted : 24-11-2022
MasyaAllah namanya belajar tidak akan pernah berhenti