Ini versi saya, di tempat lain mungkin juga Anda dapat memperoleh banyak tambahan referensi, But here it is my version:
PERTAMA TUNJUKKAN KITA sebagai orangtua, antusias dalam membaca.
Awal-awal kehidupan anak-anak lebih sering berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya, termasuk orangtua, dibandingkan siapapun di luar anggota keluarganya bukan? Saat sel syaraf-syaraf mereka belum banyak terjalin, maka mereka memerlukan stimulasi untuk menyambungkan satu syaraf dengan yang lainnya. Salah satu cara anak di seluruh dunia untuk melakukannya adalah dengan melakukan imitasi. Mereka berperilaku meniru dengan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar dari lingkungannya. Dan sekali lagi, lingkungan terdekatnya adalah orangtuanya bukan?
Jadi saat anak-anak kecil, tunjukkanlah bahwa kita sendiri dalam keseharian antusiasme dengan buku bukan hanya antusias membacakan buku pada anak.
Antusiasme orangtua dengan buku itu akan menjadi referensi hebat yang akan terekam dalam otak anak-anak kita.
Bagaimana ciri orangtua antusias? selain sehari-hari rajin menyempatkan baca buku untuk diri sendiri, orangtua yang antusias dengan buku juga sering bercerita pada anak-anak mereka soal "kekerenan" dari apa yang mereka baca. Misalnya "Wah luar biasa buku ini. Abah baru deh baca buku tentang sejarah Rasulullah yang seindah ini..." atau "Abah baru tahu ya ternyata Elon Musk itu orangnya introvert banget dari buku ini."
Nah yang kita lakukan dari contoh tadi dasarnya adalah kita lagi melakukan marketing buku pada anak. Saya sering melakukannya bukan hanya buku tapi juga pada makanan. Jika saya ingin anak saya menyukai makanan tertentu yang asing atau baru bagi mereka. Biasanya saya tidak tetiba nyuruh "makan nih." Yang saya lakukan adalah saya makan makanan itu di depan anak-anak dengan pelan, lalu mengunyahnya pelan. Benar-benar merasakan rasa dan mengekspresikan kenikmatan makan itu di depan anak "masya Allah ya Allah ini enakkkkk banget... labu kalau dikukus gini rasanya manis ya. hmm dicocol sambel tambah enak ini.."
Yah kadang sesekali tak berhasil, tapi lebih sering berhasilnya daripada tidaknya. Setidaknya mereka jadi kepo. Apalagi jika ada makanan lain di dekat mereka, ya terpaksa mereka makan yang ada karena memang sengaja dibuat seadanya bukan diada-adakan. hehe
KEDUA, tidak buru-buru membuat anak bisa membaca.
Ingat ya semuanya harus bertahap, tidak mungkin anak tetiba berminat belajar berkuda tanpa ada stimulasi lebih dulu. Tidak tiba-tiba anak berminat dengan sebuah hal tanpa ada tahapannya. Sebagaimana anak belajar berjalan, mereka mulai dari merangkak, lalu merayap, lalu berdiri, lalu berjalan lalu berlari. Itu pun mereka mengalami yang namanya jatuh berkali-kali.
Termasuk soal membaca, tugas kita orangtua sebelum membuat anak bisa membaca gimana caranya membuat anak suka dengan buku dulu. Menstimulasi mereka agar nyaman berinteraksi dengan buku. Sebaliknya jika anak terlalu dini diajarkan membaca, padahal misalnya rentang fokusnya masih pendek, tak sedikit akhirnya anak setelah bisa membaca jadi gak nyaman dan tidak suka membaca.
Kenapa bisa terjadi? Begini, normalnya anak-anak itu kan akan lebih mudah belajar membaca jika sudah waktunya. Jika sudah waktunya, sebetulnya tak lama kok anak mempunyai kemampuan membaca. Pengalaman saya sih gak sampe 4 bulan anak bisa membaca, mungkin beda-beda tipislah. Tapi umumnya begitu. Asal syaratnya jika sudah waktunya ya. Jika sudah waktunya masih juga punya kesulitan membaca ya berarti ada hambatan atau gangguan yang sebaiknya dikonsultasikan ke expertnya ya.
Jika belum waktunya, bukan tidak bisa, tapi anak-anak ini akan menghadapi kesulitan lebih berat dan akhirnya menjadi beban sendiri untuk mereka. Membaca akhirnya menjadi kegiatan yang tidak menyenangkan lagi.
Meski akhirnya mereka bisa membaca, tapi sebagian mereka malah jadi tidak memiliki habbit membaca buku.
Jadi Kapan waktunya? Modal terpenting anak untuk bisa membaca adalah mereka memiliki fokus yang baik. Umumnya ini dapat dimiliki saat anak-anak kira berusia 6 atau 7 tahun. Itu sebabnya di sebagian besar negara anak-anak diajarkan membaca ya di usia sekolah bukan di usia prasekolah ya.
Saya tertarik dengan sebuah kampanye yang berjudul TOO MUCH TO SOON di Inggirs Saya kutip dari www.readingwise.com
kampanye apa ini? Ini terjadi sekitar tahun 2013 dimana 130 akademisi, guru , penulis dan pemerhati pendidikan berkumpul bersama untuk mengkampanyekan apa yang disebut dengan "fundamental reassessment of national policies on early education"
Mereka mengkritisi kebijakan pendidikan usia disini di inggris dimana anak-anak di Inggris umumnya diajarkan membaca bahkan sejak usia 4 tahun, lebih cepat dari anak-anak eropa lainya
Selain soal membaca, Kampanye Too much, Too soon ini berupaya mengadvokasi penundaan anak-anak masuk sekolah formal dimana tak sedikit anak di sekolah dasar di bawah usia 6-7 tahun. Kampanye ini dilakukan karena para ahli ini menunjukkan ada banyak bukti dalam penelitian pendidikan dan neuroscience bahwa anak-anak usia dini yang lebih banyak bermain, bukan belajar formal, justru memiliki kemampuan akademik yang bagus dan memiliki tingkat motivasi yang lebih baik untuk belajar setelahnya.
Kampanye TOO MUCH TO SOON ini juga mempublikasikan bahwa terlalu dini anak sekolah formal, maksudnya praksekolah ya, dimana termasuk di dalamnya anak-anak mulai belajar membaca, tidak berarti menghasilkan kualitas pendidikan lebih baik.
Bahkan studi PISA yang dikeluarkan OECD tahun terakhir sebelum kampanye ini dilakukan menyebutkan bahwa inggris hanya menempati urutan 23 dari 65 negara dari segi READING PERFORMANCE dari anak 15 tahun, sangat tertinggal di bandingkan negara eropa lainnya seperti finlandia yang ada di urutan 5, Polandia 10 dan Estonia urutan 11. Ini dari segi READING PERFORMANCE ya. artinya anak-anak 15 tahun ini di Inggris rata-rata meski sudah bisa membaca mereka memiliki minat dan kemampuan rendah untuk melahap buku-buku bacaan.
Jadi sekali lagi, agar anak gemar membaca buku sampe dewasa, bukan hanya sekarang loh ya. Bersabarlah, tidak buru-buru mengajarkan anak bisa membaca sendiri padahal belum waktunya. Justru saat anak belum bisa membaca sendiri, ini peluang bagi kita orangtua untuk menjadi jembatan pengetahuan bagi anak-anak kita sendiri mencintai ilmu dan kebenaran. Karena saat anak belum bisa membaca, saat mereka tertarik dengan buku, mereka butuh kita untuk membacakannya.
KETIGA, Agar berinteraksi dengan buku menjadi sebuah kebiasaan pastinya harus merutinkan atau menjadwalkan untuk bertemu dengan buku-buku baru.
Jika budgetnya disediakan, tentu saja kita dapat membelinya di toko buku, dirutinkan sebulan sekali misalnya. Sebetulnya tidak harus membeli ya, jika tidak pun, berinteraksi dengan buku-buku baru dapat juga dilakukan dengan rutin mengunjungi perpustakaan umum atau klub buku yang ada di kota kita masing-masing. Mengapa penting merutinkan anak kita bertemu dengan buku-buku baru? Ya tentu saja agar anak kita merasa "fresh" dan ada hal baru terus menerus yang mereka dapat terus eksplor.
KEEMPAT, jadwakan membacakan buku pada anak.
setelah rutin membeli buku so what? Bukan malah dianggurin kan? tapi sebaiknya rutinkan di keluarga kita saat anak-anak masih belum dapat membaca, ada jadwal khusus membacakan buku pada anak. Sebelum tidur misalnya, bangun tidur atau di waktu lain yang ditentukan bersama.
KELIMA, agar anak terus ketagihan dan merasakan keseruan dengan buku, saat mereka dibacakan buku oleh kita orangtuanya, bacakan dengan apa yang saya sebut dengan metode 4 IF. Apa itu 4 If?
If pertama berarti EKSPRESIF. Sebaiknya saat membacakan buku pada anak, bukan hanya lisan kita yang kita keluarkan dan anak hanya mendengarkan. Kuatkan cerita atau bacaan itu dengan penampakkan visual dari wajah kita, tangan kita, gerak tubuh kita. Niscaya indra yang akan bekerja dari anak bukan hanya telinganya tapi juga matanya, emosinya, ikutan terstimulasi.
Misalnya saat ada cerita anak menangis, ya upayakan kita pake akting menangis. Semacam ini. Jika ada harimau marah, tunjukkan muka marah kita. Jika ada sebuah bacaan menceritakan ada tikus ketakutan, perlihatkan ketakutan itu dengan tubuh ada yang meringkung dan mungkin wajah yang ketakutan.
If kedua berarti RESTORATIF. Pernah dengan kata rest atau resto? Kira-kira artinya berhenti sejenak, istirahat. Maksudnya disini saat membacakan buku pada anak, seringlah melakukan jeda. Tidak terus menerus menamatkan 1 paragraf apalagi 1 halaman tanpa jeda. Saran saya, setiap 1-2 kalimat harusnya berhenti dulu.
Kenapa? Ingat, fokus anak balita tidak lama ya. Jadi biarkan anak pelan-pelan mencerna kalimat-kalimat kita. Biarkan dia meresapi dan memaknainya. Buat apa khatam 1 buku beberapa menit tapi anak kita tidak menangkapnya?
if ketiga berarti INTERAKTIF. Nah saat waktu jeda-jeda itulah, coba lihat wajah anak. lihat ekspresinya, lalu sesekali ajukan pertanyaan untuk cek atau konfirmasi kembali kalimat yang sudah kita bacakan pada anak. Misalnya saat kita bercerita "tiba-tiba air mendidih itu ke tanganya dan berteriaklah anak itu ... panasss... panas....." setelah itu kita berhenti sejenak lalu bertanya pada anak "kena apa Nak anaknya?"
Saat anak menjawab pertanyaan orangtuanya tersebut pada dasarnya kita tengah mengajak anak kita berkomunikasi. Ingat ya salah satu manfaat membacakan buku pada anak yang sudah dibahas di tulisan sebelumnya adalah merangsang kemampuan komunikasi anak.
dan If terakhr berarti PARTISIPATIF. Artinya jika memungkinkan sesekali anak dilibatkan untuk memerankan sebuah tokoh dalam cerita, melibatkan anak untuk mempraktikan sebuah ucapan yang ditulis pada sebuah bacaan seperti videi ini ya: (footage: cerita yang panas neraka)
KEENAM, mulailah dari cerita bergambar dan setelah itu gambarkan cerita lebih banyak.
Anak-anak sebelum 7 tahun umumnya adalah makhluk kontkrit yang visual. Mereka akan lebih tertarik dengan stimulan yang BERBENTUK dan BERWARNA. Jadi awa-awal membacakan buku pada anak pakailah buku yang gambarnya dominan dibandingkan tulisannya, agar anak tertarik untuk memegang buku itu, agar anak tertarik diceritakan buku itu.
Setelah itu, gambarkan ceritanya. Maksudnya sedapat mungkin kita tidak melulu hanya membacakan atau mengulangi kalimat-kalimat yang tertera pada buku, akan tetapi kuatkan cerita itu dengan pendapat kita, dengan gambaran kita sendrii mengenainya, sesuai pengalam kita dalam kehidupan kita masing-masing.
Jika anak sudah rutin dan ketagihan dibacakan buku pada usia tertentu. barulah kita tingkat minat baca buku anak dengan kita upgrade yang awalnya BERGAMBAR diarahkan ke buku-buku lainnya dengan urutan buku bercerita atau buku FIKSI lalu buku COURISiTY , buku yang menacing penasaran anak, yang sesuai minat anak dan yang mengembangkan pengetahuan anak lalu barulah ke - buku-buku HISTORY, buku-buku yang berkaitan dengan sejarah.