Ruhiyah Anak

Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

10-Aug-2020


Anak kita lebih duluan kenal kita, orangtuanya atau lingkungan pergaulannya? Anak kita lebih lama hidup dengan kita, orangtuanya atau lingkungan pergaulannya?

Jawabannya jelas: orangtua. Jadi mengapa menyalahkan lingkungan pergaulan anak atas perilaku anak yang tidak kita harapkan?

Jika ada anak terpengaruh teman-temannya, sudah jelas, mereka tidak mendapatkan banyak pengaruh dari orangtuanya. Mungkin orangtua sudah berusaha mempengaruhi, tapi karena mengasuh anak seadanya (tanpa ilmu) maka akhirnya yang sampai kepada anak pun seadanya.

Akibat tidak sampai pengaruh itu kepada anak seadanya, wajar anak-anak ini akhirnya lebih banyak terpengaruh teman-temannya dibandingkan orangtuanya.

Padahal, andaikan semua anak menerima cinta orangtua, maka kecil kemungkinan bagi anak untuk tidak menjadikan orangtua sebagai sumber referensi kehidupan terpercaya.

Jika orangtua sudah memberikan cinta pada anak dengan benar, seharusnya semua anak yang menerima cinta orangtuanya, akan kecewa jika membuat orangtuanya kecewa, akan sedih jika membuat orangtuanya sedih.

Bayangkan kita bersahabat dengan seseorang. Katakanlah nama sahabat kita: Fulan. Kita sangat akrab dengan Fulan. Sering curhat bareng. Sering ngobrol. Sering bercanda. Apa yang kita rasakan jika suatu hari, secara tidak sengaja, mengecewakan Fulan? Bukankah kita dalam hati juga merasa kecewa? Bukankah kita akan merasa sedih jika tak sengaja, apalagi sengaja, membuat dia sedih?

Jadi, jika ada anak-anak setelah dewasa terlalu sering menyusahkan hidup orangtua, mengecewakan orangtua, membuat sedih orangtua, bahkan berani menyakiti orangtuanya, tandanya apa? Sungguh mereka tidak menerima cinta kita.

Memberi cinta pada anak berarti memberikan tidak hanya KASIH tapi juga SAYANG (pelajari tentang apa bedanya orangtua pengasih dan penyayang di chanel youtube saya). Memberi cinta pada anak berarti tidak sekadar ngurus fisiknya, tapi juga jiwanya.

Seseorang di sesi konseling saat mengadukan anaknya bermasalah, lalu saya ungkapkan soal di atas, dia segera membantah “saya kerja untuk anak, saya masakin anak, saya pulang kerja mandiin mereka, ngasi makan mereka, beliin baju dan mainan mereka, bukankah saya sudah memberikan cinta?”

Lalu ibu ini sesegukan menangis, ketika saya katakan bahwa memberikan cinta pada anak juga berarti ngurus “ruhiyah” atau hati anak, bukan hanya fisiknya.

Ngurus hati anak berarti kita benar-benar menyediakan waktu BERSAMA mereka untuk menginstall nilai-nilai kebaikan kepada mereka, menyediakan majlis ilmu di rumah, membuat halaqoh ilmu dengan mereka. Program 1821 adalah ikhtiarnya.

Andai saja setiap hari orangtua mau nyediakan waktu untuk anak 3 jam saja bersama mereka untuk 1821 atau ta’lim dengan anak, insya Allah seharusnya semua anak akan benar-benar keurus ruhiyahnya.

Ini minimal, apalagi lebih dari itu. Ingat ya bersama anak, bukan di dekat anak. Bersama anak itu berarti benar-benar fokus, tidak disambil dengan mengerjakan urusan domestik, pekerjaan kantor, bermedsos, bergadget dan gangguan “pihak ketiga” lainnya.

Insya Allah semua anak yang diurus ruhiyahnya, anak-anak itu semuanya mencintai orangtuanya kok.

Seorang guru melaporkan kepada saya dengan penuh haru, bahwa seorang murid menulis ini saat ditanya pekerjaan orangtuanya. Ini kira-kira bunyinya:

“Abahku (panggilan anak ini untuk ayahnya) bekerja demi keluargaku. Aku sangat bersyukur mempunyai abah seperti sekarang.

Dulu abahku tidak seperti aku, kalau minta apa-apa harus jualan dulu, membantu dirumah orang kaya. Aku bangga dengan abahku, dia selalu menemaniku setiap malam. Ia tak pernah merasa lelah di depan kami, tetapi hatinya lelah.

Aku sangat senang mempunyai abah, dia yang mengingatkanku selain umi.  Dia hebat bekerja, tidak pernah malas. Iya sangat baik, bekerja seminggu 2 kali, sabtu-Ahad. Aku juga bersyukur pada Allah telah mencukupkan keluargaku.

Aku akan membahagiakan Abah dan Umiku. Aku akan berusaha untuk membuat mereka bahagia, hanya dengan senyumannya aku sudah bahagia. Terimakasih ya Rabbi kau telah berikan abah seperti abahku yang sangat hebat.

Terimakasih telah menafkahi keluarga, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan engkau.”

Bukan hanya anak ini, bagi saya, semua anak bahkan jika mereka ditanya, apakah mereka mencintai orangtuanya?

Jika orangtua sering menghabiska waktu bersama anak, sering mengisi ruhiyahnya, sering ngobrol dengan mereka dan seterusnya, jika mereka diberikan kesempatan meluahkan perasaan, termasuk tulisan, insya Allah mereka akan menuliskan perasaan yang sama bahwa mereka mencintai orangtuanya.

Jika itu terjadi, maka saya ucapkan, selamat, Anda sudah jadi orangtua BETULAN. insya Allah. 

– abaihsan –




1 Komentar



Komentar :

Sherly Raka Siwi Putri Utomk
Posted : 29-08-2020
Nah ini Bah.. bener sekali.. tapi Bah ini yg saya alami.. kan kebetulan saya dan suami bekerja.. suami di luar kota dan pulang 1 minggu 1x.. sedang saya belerja office hour.. bs ketemu anak2 jam17.00 lah.. yang saya rasakan selama saya di kantor anak2 itu habis sekolah daring trus main ke luar rumah.. sampe saya pulang mereka baru pulang.. kebetulan saya masih tinggal sama ibu saya.. dan ibu saya selalu mengeluh kewalahan menasehati anak2 saya.. ga bisa dikasih tau jadi habis zoom pasti langsung "kabur" mainnya sih layangan sepeda.. tapi saking deketnya sama2 temen2nya itu akhirnya mereka seperti "ketagihan" untuk keluar rumah tiap hari.. bahakan hari libur pun suka pengennya main.. saya samapi kesel.. kadang pengen ngajak mereka main aja sampai harus bentak bentak dulu.. Abah apakah boleh kalau kita karantina anak kita sementara.. misal anak tidak boleh main keluar selama 7 hr gitu.. biat lebih deket dulu sama kita.. Triamakasih