SOP Penggunaan Smartphone Setelah 18 Tahun

Oleh: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

26-Nov-2020


“Abah, saya mau mengikuti Abah yang mengizinkan anak punya smartphone sendiri setelah usia 18 tahun, tidak di bawah itu. Karena di usia itu, asumsinya anak dianggap dewasa dan sudah boleh ‘bepergian’ keliling dunia sendirian tanpa pendampingan. Tapi bagaimana pengaturannya ya? Saya bingung: 


Apakah harus kita periksa itu content hapenya? 


Apakah prinsip 3D: Dibutuhkan, Didampingi dan Dipinjamkan juga berlaku untuk anak usia segini? 


Bagaimana saat di rumah ternyata dia akhirnya juga suka asyik sendiri setelah punya hape sendiri dan jarang berinteraksi dengan keluarga?”


Demikian pertanyaan seseorang pada saya. Saya ingin menjelaskan beberapa hal: pertama, prinsip 3D dalam penggunaan smartphone berlaku pada anak yang belum dianggap dewasa. Setelah dianggap dewasa, silahkan anak tidak usah dipinjamkan, boleh punya smartphone sendiri. 


Ukuran kedewasaan tiap anak tentu berbeda. Tapi paling aman, pendapat saya minimal 18 tahun. Umumnya, orangtua akan lebih “rela” melepaskan anak usia segitu keliling dunia sendirian. Ketika anak berselencar di internet, anak juga berkenalan, menjelajah, berinteraksi dengan berabgai macam orang dari seluruh dunia dari berbagai tempat dan latar belakang yang kita tidak tahu kan? 


Kedua, sedapat mungkin anak usia dewasa tidak sering dicek, diperiksa, apa yang dia lihat di handphonenya. Sebab saat dia dianggap dewasa sebetulnya dia harus faham dengan jelas bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya. Sebaik-baiknya, bagaimana caranya anak memilih kita orangtua sebagai partner yang dipilih anak untuk tempat ia bercerita, bertukar pikiran, berbagi pendapat sehingga ia tidak memilih “value” yang tak sesuai dengan nilai-nilai keluarga. 


Ketiga, sebelum mengizinkan anak punya smartphone sendiri, sebaiknya dibuat akad, perjanjian sebelum memberikannya. Sepanjang anak masih mendapat subsidi orangtua, masih dibiayai orangtua sebagian atau seluruh biaya hidupnya, maka orangtua sebetulnya masih punya hak untuk memberikan kebebasan anak dengan batasan-batasan. Apakah harus ditulis? Silahkan jika mau lebih serius dan ada catatan. Jika tidak pun, tidak apa. 


Perjanjian atau akad itu isinya misalnya bahwa kebebasan “lebih” yang sudah diberikan padanya untuk memiliki smartphone sendiri, yang berbeda dibandingkan adik-adik usia di bawahnya, harus digunakan dengan bertanggung jawab. Lalu jika tanggung jawab itu tidak dilaksanakan maka kebebasannya akan dicabut baik sementara atau selamanya. 


“Anakku, mengapa ayah ibu izinkan sekarang setelah kamu usia 18 tahun? Ayah ibu berpendapat kamu dianggap sudah dewasa. Dan buktikkan kamu dewasa dengan sikap dan perbuatanmu sendiri. Jika setelah beberapa waktu kepercayaan itu disalahgunakan, maka kepercayaannya dicabut. Jika kemudian kamu tidak bersikap dewasa, maka ibu anggap kamu anak-anak dibawah umur, maka hapenya dicabut lagi


Perbedaan umum orang dewasa dengan anak-anak adalah bahwa orang dewasa mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. Orang dewasa mendahulukan kebutuhan daripada kesenangan. So if someone who is over 30 years old still doesn't want to be a responsible person, then basically he or she is a child trapped in an adult body, right?  


Jadi meski kamu sudah punya hape artinya apa? Saat kamu ada di rumah, ada waktunya kamu melakukan kegiatan kamu sendiri tapi ada waktunya berkumpul dengan keluarga. Buktikan bahwa smartphone kamu digunakan untuk kebaikan dan digunakan dalam batas-batas wajar.”


Lalu tentukan batas wajar itu seperti apa. Tentu anak diberikan ruang berpendapat dan bernegosiasi pula. Misalnya sesekali boleh digunakan untuk mengerjakan tugas kuliah sampai malam. Tapi begadang tiap hari? Bukan kebiasaan baik di keluarga. Atau setiap anggota keluarga di rumah saya, termasuk abah uminya, dari Magrib smartphonenya dikumpulkan, tidak boleh lagi ada yang menyentuhnya. (Saya sendiri membiasakan hape saya tidak dibawa ke rumah, tapi disimpan di tempat kerja)


Jika ada kepentingan darurat dan urgent anak dipersilahkan mengambilnya dengan izin orangtua jika melewati magrib. Darurat itu artinya sesekali. Jika tiap hari bukan lagi darurat tapi kebiasaan. Jika jarang berinteraksi dengan anggota keluarga lain dalam satu rumah padahal hidup bersama, maka hilangkan kebiasaan buruk sibuk sendiri-sendiri tadi. Ingat, ini keluarga, bukan kos-kosan


Jika anak tidak mau diajak diskusi, tidak mau sama sekali diberikan batasan bagaimana? Justru itu bagus. “Jika kamu merasa bahwa orangtua tidak berhak ikut sama sekali ikut campur apapun urusan hidup kamu, justru itu yang diharapkan Ayah Ibu sejak dulu. Itu pertanda kamu sudah mandiri. Karena kamu sudah mandiri, kamu tidak berhak lagi dapat subsidi dan tidak akan dibiayai Ayah Ibu lagi apapun kebutuhan dan keinginanmu silahkan penuhi sendiri.’


Jika anak lelaki, bahkan hendaknya untuk diminta punya tempat tinggal sendiri. Sebab menurut baik menurut undang-undang maupun aturan agama, dia tidak dapat disebut anak di bawah umur lagi. Orangtua tidak akan dianggap melakukan penelantaran jika tak mau memberikan subsidi lagi. Jika anak ini perempuan, dia masih berhak disubsidi sampai ia menikah. Tapi yang disubsidi dibatasi kebutuhan hidup, bukan gaya hidup.  


Harus difahami 18 tahun itu bukan karena usia loh ya tapi  KARENA KLAUSUL DIANGGAP DEWASA. Jadi kalo dia tidak bersikap dan berperilaku dewasa padahal usia lebih dari 18 tahun, ya berarti masih anak-anak. Bold dan garis bawahi ya,. biar tidak dijadikan ajang balas dendam buat anak. BEBAS.


Ada hak baru berarti ada tanggung jawab baru. Ini kompromi, sekaligus ujian bagi anak. Setelah kita siapkan 17 tahun lamaya. Kompromi karena dia kuliah, dia muai butuh.. masak pake smartpone jadul? Ujian buat anak sekaligus orangtua, kemarin 17 tahun lamanya anak diurus, ngapain aja? Kok sampe belum dewasa itu gimana ceritanya?





13 Komentar



Komentar :

Livia
Posted : 26-11-2020
Hatur nuhun abah pencerahannya&diingatkan kembali..🙏🏻


Yuanita
Posted : 26-11-2020
MasyaAllah... Abah, trimaksh atas pencerahannya . Smoga Allah berikan kemudahan kepada kami selaku orang tua, dalam menjaga anak2 agar tidak terjerumus kepada hal2 yg merusak aqidah dan akhlaqnya.


Muliati
Posted : 26-11-2020
Terima kasih abah Tunggu dia dewasa pemikirannya ya abh baru kita kasi hape


Adina Winanda Putra
Posted : 26-11-2020
Noted abah,,terima kasih dagingnya semoga kami istiqomah dalam mendidik anak-anak.


Heni opalfadhilbilal
Posted : 26-11-2020
Alhamdulillah, terima kasih sharing ilmu nya abah. Busa untuk persiapan anak2 saya, yg kebetulan laki2 semua.